Warga Kampung Asam di Sumatra Barat dihebohkan dengan fenomena kuburan yang tiba-tiba menggembung besar dan meninggi.

Kuburan tersebut sudah setinggi 1,5 meter dengan diameter 3,5 meter, sedangkan kuburan lain di sebelahnya masih berukuran normal.

Anwar (Wali Korong Sungai Asam) mengatakan, "tiba-tiba saja, tanahnya naik. Terus meninggi sehingga mengagetkan kami, warga di sini."

Anwar mengatakan dia tidak tahu persis sejak kapan kuburan tersebut meninggi, tapi sejauh yang dia pantau, tidak ada tanda bahwa kuburan tersebut senjaga ditinggikan, karena tidak ada tanda pengambilan tanah untuk meninggikan kuburan tersebut, dan juga batu nisan yang ditancapkan juga tidak rusak sama sekali.


Menurut Ade Edwar (mantan ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia), tanah yang tiba-tiba meninggi atau menggembung, sebelumnya dikenal sebagai fenomena tanah tumbuh (diapir).

"Sepanjang patahan Sumatra, banyak tanah tumbuh. Namanya Diapir. Diapir adalah penerobosan batuan karena perbedaan tekanan dan daya apung (bouyancy). Penerobosan biasanya vertikal, melibatkan batuan berdensitas rendah yang relatif mobile, yang menerobos batuan berdensitas lebih tinggi, biasanya melalui patahan."


Diapir terjadi ketika berat jenis material yang berada di bawah lebih ringan dari yang berada di atas.

"Karena yang di bawah lebih ringan, membuat tanah itu menekan yang berada di atas, sehingga tanah membumbung. Apalagi ini setelah musim hujan. Bisa juga akibat dari retakan-retakan lain yang lebih ringan sehingga naik ke atas."

Selain diapir, menurut Ade, penyebab lainnya karena adanya patahan, seperti yang terjadi di sebuah jalan di Lubuk Selasih sebelum Mapolres Kabupaten Solok, di mana tanah di daerah tersebut terus naik akibat tekanan dari patahan Sumatra.

Nuzuwir (Ahli Geologi) mengatakan fenomena meningginya tanah di area pemakaman milik Kampung Sungai Asam, bisa disebabkan karena faktor kandungan gas yang ada di lokasi tersebut.

"Kalau secara ilmu geologi, bisa saja ada kandungan gas atau tekanan gas yang lepas dari dalam bumi melalui (area) perkuburan tersebut, atau juga dikenal dengan istilah Mud Volcano jika di pulau Jawa. Di Jawa, fenomena ini diikuti dengan keluarnya sejumlah volume lumpu kental yang membentuk bukit atau gunung."

Menurut Nuzuwir, fenomena Mud Volcano didefinisi sebagai endapan lumpur yang memiliki massa jenis lebih ringan dari batuan sekitarnya. Mobilitasnya tinggi bahkan naik ke permukaan melalui bidang lemah sebagai konduit (saluran), baik berupa sesar patahan-patahan dan membentuk kerucut seperti gunung api.

Mengenai apakah di Kabupaten Padang Pariaman atau tepatnya di lokasi kejadian tanah Kuburan itu meninggi ada potensi kandungan gas, Pensiunan Kabid Geologi ESDM Sumatera Barat menyebutkan bahwa kandungan tersebut, selama ini belum terdeteksi.

Namun, biasanya kalau di pulau Jawa fenomena ini berkaitan erat dengan potensi Migas.

"Belum terdeteksi. Nah, untuk memastikan apakah fenomena ini adalah fenomena Mud Volcavo atau fenomena lain yang bisa dijelaskan secara ilmiah dengan keilmuan geologi, tentu harus ada penelitian lebih lanjut di lokasi itu. Harus ada tim yang turun untuk melakukan penelitian ini. Jadi, bisa kita simpulkan dengan jelas penyebab tanah kuburan itu meninggi."

Pihak pemerintah kampung memasang tali sebagai pagar pembatas sementara di sekitar area kuburan untuk menghindari terjadinya pengrusakan, serta agar tidak diinjak dan dinaiki oleh orang yang datang untuk melihatnya.


Menanggapi fenomena ini, Ade meminta agar warga tidak mengaitkan fenomena ini dengan hal yang mistis.

"Ini jangan dianggap sebagai kuburan keramat, atau kuburan yang dikaitkan dengan perilaku seseorang selama masa hidupnya. Jangan pula anggap kuburan itu keramat. Jangan menyebut orang yang dikubur di sana kelakukannya jelek atau disebut dijepit oleh tanah atau sebagainya."

"Ini fenomena biasa, jangan dikaitkan ke hal-hal yang mistis karena bisa mengarah kepada kesyirikan."


(Sumber : Heboh Tanah Kuburan Meninggi di Padang Pariaman, Penjelasan Ahli tentang Kuburan Menggelembung di Padang, Penjelasan Ahli Geologi, Tanah Kuburan di Pariaman Meninggi)