Pada tahun 2006, lima tim Jejak Petualang yang akan pulang syuting dari Asmat mengalami kecelakaan di Laut Arafuru, Papua.

Tim itu beranggotakan lima orang, yaitu Dody Johanjaya (produser), Wendy Muhammad Firman (produser), Bagus Dwi (juru kamera), Budi Kurniawan (juru kamera), dan Medina Kamil (pembawa acara).

Meskipun Empat kru lain berhasil diselamatkan tim SAR, kameramen Bagus Dwi, justru tidak berhasil diselamatkan dan keberadaannya tetap tidak diketahui.


Dody Johanjaya (produser) Jejak Petualang mengungkapkan bahwa pada saat itu transportasi dari Asmat ke Timika sangat terbatas dan satu-satunya transportasi yang bisa mereka pakai adalah longboat dengan 12 jam perjalanan.

Namun, kejadiaan naas terjadi, baru 2 jam perjalanan, longboat mereka terbalik dihantam ombak di Laut Arafuru, membuat lima kru TV serta tiga awak longboat jatuh ke laut.

Di awal perjalanan, Dody menceritakan suasana ceria masih terlihat jelas di antara para tim. Namun, tak lama setelahnya langit mulai berkabut.

Saat itu, mereka sudah melintasi mercusuar dan menandakan bahwa longboat yang mereka tumpangi telah meninggalkan muara Agats. Ombak kecil mulai tampak saat meninggalkan muara Agats.

Tetapi, hal itu tidak memengaruhi laju longboat yang membelah ombak di depannya. Guncangan hebat mulai mereka rasakan ketika ombak semakin membesar.

Air laut pun mulai banyak masuk ke longboat. Saat kru sibuk mengeluarkan air dari longboat, ombak besar tiba-tiba menghantam mereka. Air laut memenuhi longboat hingga setengah tubuh. Beberapa saat kemudian, ombak lebih besar menghantam mereka dan menenggelamkan longboat.

"Ketika muncul di permukaan laut, saya lihat longboat sudah terbalik. Seluruh isi longboat bertebaran di laut. Saya sempat lihat jam yang menunjukkan pukul 10.00, jadi hanya berselang dua jam dari Agats longboat kami terbalik."

Selama terombang-ambing di lautan, para kru dan awak longboat terpisah menjadi 2 kelompok, dengan Bagus Dwi yang terpisah dari empat kru TV lainnya, dan terombang-ambing bersama 3 awak longboat menuju arah yang berbeda dari teman-temannya.

Para awak sudah berusaha berenang hingga melempat tali kepada 4 kru TV lainnya, namun karena ombak yang besar, usaha mereka gagal dan kru hanyut terbawa ombak.

Dody kemudian mencari rekan-rekannya setelah berhasil muncul ke permukaan laut. Ia pun berhasil menemukan Medina yang tak terlalu jauh dari jangkauannya dan segera menariknya untuk mendekat.

Menyusul kemudian Wendy. Beruntung, mereka juga menemukan dry box besar yang terapung dan menggunakannya untuk pegangan. Selanjutnya, Dody melihat Budi yang sedang memegangi kamera dan day pack di kejauhan. Ia meminta Budi untuk melepaskan barang-barang itu dan mendekat.

Namun, ombak besar menghalangi pandangan Dodi kepada Budi. Di sisi lainnya, Dody sempat melihat Bagus yang sedang berusaha naik ke longboat dengan bantuan awak longboat.

Bersama Wendy dan Medina, Dody mencoba berenang mendekati longboat yang terbalik dan bergabung dengan Bagus. Namun, ombak yang datang berlawanan arah menyulitkan mereka untuk mendekat.

Bagus dan awak longboat pun terus menjauh dari rombongan Dody. Tak lama setelahnya, Budi tiba-tiba muncul dan mendekati Dody.

"Kami kini berempat, berpegangan satu sama lain di box yang mengapung membawa kami entah ke mana. Saat itulah kami melihat Bagus untuk yang terakhir kalinya."

Bagus Dwi bersama tiga awak longkat masih belum ditemukan hingga saat ini, meskipun telah dilakukan penyelidikan yang intensif.

Setelah terombang-ambing di lautan selama 24 jam, tim kru akhirnya mencapai sebuah pulau kecil, di mana mereka harus bertahan hidup di hamparan pasir dan rawa-rawa.

Semua peralatan syuting, seperti kamera dan materi ikut hilang ditelan ombak, dan tak ada barang bawaan yang bisa diselamatkan selain baju yang menempel di badan.


"Besoknya terdampat, ada satu pulau kecil gitu di daerah Asmat, nah di tengah pulaunya itu ada hutan mengrove. Untungnya sebelumnya kita pernah syuting yang nangkep kepiting, keong-keong bakau, jadi makan itu setiap hari."

Mereka bertahan selama lima hari dengan makanan dan minuman seadanya, sebelum akhirnya dijemput oleh tim SAR.

Untuk bertahan hidup, mereka berusaha menampung air dari genangan di sela-sela sebuah pohon tumbang. Air itu dibagi berempat dengan takaran tutup botol.

Siput menjadi santapan mereka selama di pulau kecil itu. Terkadang, mereka juga berhasil mendapatkan ikan berukuran jari kaki sebagai makanan selingan.

Pada suatu malam, Dodi yang kesulitan tidur memikirkan nasib dan keberadaan Bagus. Dalam benaknya, Bagus mungkin bernasib lebih baik karena bersama awak longboat lokal yang tahu medan di area tersebut.

Pada Sabtu, 10 Juni 2006, Tim SAR akhirnya berhasil menemukan Tim JP yang terdiri dari Dody, Wendy, Budi, dan Medina.

"Tim SAR datang menggunakan speedboat, mungkin pemilik longboat yang lapor karena kapalnya sudah 2 sampai 3 hari tidak pulang."

Sayangnya, Bagus bersama tiga awak longboat belum ditemukan oleh Tim SAR. Tim JP kemudian kembali ke Jakarta pada 13 Juni 2006 setelah dievakuasi dari Timika, Papua.

Upaya pencarian Bagus Dwi terus dilanjutkan di perairan antara Timika dan Agats. Tim SAR dibantu dengan masyarakat adat lokal turut membantu pencarian Bagus dan tiga awak longboat.

Disebutkan bahwa kabut dan ombak besar menjadi tantangan selama proses pencarian. Namun, hingga proses pencarian berakhir, Bagus dan tiga awak longboat tak kunjung ditemukan.

Jejak yang ditinggalkan oleh Bagus semakin hari semakin terhapus oleh alam, dan harapan untuk menemukan Bagus semakin menipis.

Namun, sekelompok penduduk asli Papua melaporkan menemukan petunjuk yang dapat mengarah ke Bagus Dwi. Mereka menemukan sisa-sisa peralatan petualang di sebuah desa terpencil, di kedalaman hutan.

Pada peralatan tersebut, ditemukan catatan dan rekaman yang mengisyaratkan bahwa Bagus Dwi telah terluka parah dalam kecelakaan saat petualangannya di hutan.

Bagus Dwi diduga mengalami cedera serius setelah terperosok ke dalam jurang yang curam. Dia mencoba untuk bertahan hidup dengan keterbatasan peralatan medis dan makanan yang terbatas.

Meski cedera menghambat pegerakannya, Bagus Dwi dilaporkan telah mencoba mencari bantuan dan menghubungi timnya melalui radio komunikasi.

Sayangnya, komunikasi yang terputus dan alam yang ganas membuat upaya yang dia lakukan menjadi sia-sia.

Penduduk yang menemukan petunjuk tersebut segera memberi tahu pihak berwenang, dan tim penyelamat dikerahkan untuk menyisir daerah tersebut.

Operasi pencarian dilakukan secara ekstensif dengan menggunakan teknologi terkini yang melibatkan relawan, pasukan keamanan,dan ahli penyelamat hutan, namun hingga saat ini, Bagus Dwi masih belum ditemukan.

Hilangnya Bagus Dwi telah menjadi misteri di kalangan penggemar Jejak Petualang dan masyarakt luas, dengan berbagai spekulasi dan teori yang bermunculan seiring berjalannya waktu.


Beberapa mengira Bagus mungkin menjadi korban serangan hewan buas di Papua atau peraian Papua yang terkenal berbahaya, adanya dugaan kanibalisme oleh suku asli, hilangnya Bagus terkait dengan misteri dan legenda wilayah itu, ditahan dan tidak bisa keluar dari wilayah itu, dan berbagai spekulasi lain yang berdatangan di internet.

Medina Kamil, yang disebut sebagai saksi kunci dalam kasus ini, tidak berhasil mengungkap kebenaran yang sebenarnya. Dia malah dihujat dan dikritik oleh pengguna internet.

Mereka berpendapat bahwa Medina tidak memberikan penjelasan yang memadai atau berusaha menyembunyikan fakta-fakta penting terkait hilangnya Bagus Dwi.

"Apa benar kru yang hilang ditutupi oleh tim jejak petualang ?."

Keluarga Bagus Dwi, pihak berwenang dan tim penyelamat tidak akan menyerah dalam upaya pencarian Bagus Dwi, dan operasi penyelamatan diperluas dengan melibatkan tim penyelam dan ahli penyelidik yang memiliki pemahaman mendalam tentang hutan Papua.

(Sumber : Mengenang Bagus Dwi, Kameramen Jejak Petualang yang hilang di Papua, Penyebab Bagus Dwi Kru Jejak Petualang Hilang di Papua Terungkap Setelah 17 Tahun, Namun Masih Belum Ditemukan